<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d9838259\x26blogName\x3dBerita\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://cintaku-be.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://cintaku-be.blogspot.com/\x26vt\x3d-1352467540452466980', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

Mereka yang Mengais Reruntuhan, Mencari Mayat Sanak Saudara | Thursday, December 30, 2004


Mereka yang Mengais Reruntuhan, Mencari Mayat Sanak Saudara

Abaikan Bau Menyengat, Terus Bolak-balik Setiap Jasad
Nasib ribuan orang belum jelas. Sangat mungkin lenyap ditelan tsunami. Mereka yang selamat tak kenal lelah mencari saudaranya yang keberadaannya tidak diketahui itu. Bagaimana mereka mencari sanak saudara di tengah ribuan mayat tak beridentitas?

DWI SASONGKO BANDA ACEH
Rona kesedihan terpancar jelas pada wajah Erwin. Sambil terus berjalan menuju kamar mayat Rumah Sakit Kesehatan Kodam (RS Kesdam) Iskandar Muda Banda Aceh, pandangan lelaki berusia 45 tahun itu tampak kosong. Karyawan BRI Banda Aceh tersebut menggandeng seorang anak laki-laki yang berumur sekitar 10 tahun.

Ketika wartawan Koran ini menyapa, dia menyambutnya dengan sangat ramah. Namun, wajah sedihnya tak bisa disembunyikan. "Saya mau ke kamar mayat mencari keluarga saya," kata Erwin sambil menunjuk ke arah lorong jalan menuju kamar mayat RS milik TNI-AD tersebut. Ketika ditanya lebih jauh, dia tak bisa menyembunyikan rasa gundahnya. Dia berterus terang, kedatangannya ke kamar mayat untuk mencari enam anggota keluarganya.

Tak tanggung-tanggung, keenam orang yang sedang dicarinya itu adalah orang-orang yang sangat dekatnya. Mereka adalah istri tercinta, tiga anaknya, dan kedua mertuanya. "Semuanya telah hilang, Mas. Saya tidak tahu lagi mereka berada di mana. Kalau mereka telah meninggal, jenazahnya di mana," tutur Erwin sambil berus berjalan.

Tak lama berselang, sambil menunduk, dia berhenti bicara. Dia berusaha menarik napas panjang sambil mengangkat wajahnya. Kedua matanya terlihat mulai berkaca-kaca.

Ditanya anak kecil yang bersamanya, dia mengaku bukan keluarganya. Anak kecil tersebut ditemukan sedang bingung di jalan mencari kedua orang tuanya. Karena itu, dia mengajak sekalian untuk bersama-sama mencari.

Warga Kedah, Banda Aceh, itu mengungkapkan, secara fisik sudah penat mencari keberadaan keluarganya. Sebab, Minggu siang ketika gelombang tsunami mulai surut, Erwin sudah mengecek ke berbagai tempat tumpukan jenazah. "Saya sudah bolak-balik ke kamar mayat, ke masjid. Pokoknya, sudah banyak tempat yang saya datangi. Tapi, semuanya nihil," jelasnya.

Semua jenazah yang bergelimpangan di dekat reruntuhan rumahnya juga dia bolak balik. Diamati satu per satu. Bukan hanya itu, mayat-maya yang bergelimpangan di areal bekas kampungnya yang kini rata dengan tanah itu juga dibolak-balik. Bau jenazah yang mulai membusuk tidak mengurangi semangatnya mencari orang-orang dekatnya itu. Namun, sampai kemarin, Erwin belum menemukan satu pun di antara enam orang yang dicarinya itu. "Ya Tuhan, pertemukan saya dengan mereka," ujarnya.

Erwin mengaku akan terus mencari keberadaan keluarganya. Lantara begitu bersemangat mencari anak, istri, dan mertuanya itu, Erwin sering lupa makan.

Di Banda Aceh, sebagian jenazah korban tsunami berada di kamar mayat RS Kesdam. Sementara itu, diperkirakan ribuan mayat masih bergeletakan di berbagai tempat di ibu kota provinsi itu.

Mayat juga dikumpulkan di Tugu Persimpangan Lambaro, Aceh Besar. Tepatnya, di depan Kantor PMI Cabang Aceh Besar. Sampai kemarin, sekitar 2.000 jenazah terkumpul di situ.

Meski mengalami cobaan sangat berat, Erwin berusaha tetap tegar. Sambil mengusap kedua matanya, dia terus berusaha mencari orang-orang tercintanya itu. "Saya akan terus mencari sampai menemukan mereka," ujarnya dengan air mata berlinang.

Bagaimana Erwin bisa selamat? Minggu pagi itu, sekitar pukul 07.00, dia sudah pergi ke kantor yang berada di pusat kota Banda Aceh. Bukankah Minggu bank libur? Dia mengangguk. Namun, pada Minggu kemarin, kantornya mengadakan pesta kecil-kecilan untuk memperingati hari ulang tahun BRI. Ulang tahun BRI sebenarnya jatuh pada 16 Desember lalu. "Pukul 08.00 gempa besar. Saya saat itu di kantor. Saya kaget," ungkap Erwin.

Pikirannya langsung mengingat anak dan istrinya yang berada di rumah. Tanpa pikir panjang, dia lantas mengambil motor dan pulang. Betapa kaget dia saat tiba di rumah. "Rumah saya sudah rata dengan tanah," ungkapnya, sedih. Dia kemudian mencari keluarganya dengan berusaha membongkar-bongkar bangunan.

Tapi, belum lama tangannya mulai bekerja, dia mendengar suara gemuruh. Dia melihat air yang bercampur lumpur menuju ke arahnya. "Seperti air bah, menyapu setiap barang yang dilewatinya," ungkap Erwin.

Tak pelak, dia langsung berlari sekencang-kencangnya. Untung, di depannya ada rumah bertingkat. Tanpa pikir panjang, dia masuk ke rumah itu dan naik ke atapnya.

Dia mengaku bersyukur karena rumah tempatnya berlindung cukup kuat menahan gelombang tsunami. Setelah airnya surut, Erwin baru berani turun dan mulai mencari lagi keluarganya. "Saya tak tahu lagi. Saya akan terus mencari mereka. Semoga mereka selamat. Kalaupun meninggal, saya ingin jenazah mereka ditemukan," ungkap Erwin, sedih.

Kisah Erwin itu adalah satu contoh di antara ribuan warga Aceh yang kini bingung mencari keluarganya. Tempat penampungan mayat menjadi sasaran pencarian para keluarga korban. Misalnya, kemarin, sudah 80 jenazah yang diambil keluarganya dari tempat penampungan di Kantor PMI Lambaro, Aceh Besar.

Hingga kemarin, Banda Aceh masih menyerupai kota mati. Seluruh infrastruktur tak berfungsi. Aliran listrik dan sambungan telepon terputus. Kebutuhan sehari-hari langka. Ratusan mayat bergelimpangan di sepanjang jalan di pusat kota berjuluk Serambi Makkah tersebut. Kemarin sebagian jenazah sudah mulai dikubur secara masal di Desa Lambada, Kec Lambaro, Aceh Besar. Pemda Aceh menyediakan sekitar 3 hektare tanah untuk penguburan jenazah tersebut.

*************************
Created at 10:43 AM
*************************

Saat Menyelamatkan Diri, Sempat Beda Pendapat dengan Istri

Kisah Calon Jamaah Haji yang Selamat ketika Tsunami Menerjang Asrama Haji
Lemparkan Anak Bungsu Melewati Tembok 2,5 Meter
Gelombang tsunami menyisakan duka bagi sebagian calon jamaah haji kloter 8 Embarkasi Aceh. Sebagian di antara mereka hilang. Bagaimana kisah mereka yang mampu lolos dari bencana dahsyat itu?

Djaka Susila, Aceh Utara
Wajah Bukhori, 60, masih terkesan lelah. Tangan laki-laki asal Desa Muara Dua, Lhokseumawe, itu sering merogoh handphone-nya. Kadang, dia hanya melihat, kadang mencoba menelepon. Tapi, rupanya, dia selalu gagal. Bukhori terus duduk di teras Masjid Dewantara, Kreung Gekeuh, Lhokseumawe. Matanya berkali-kali menatap ke luar halaman masjid untuk melihat siapa yang datang.

Siang kemarin, Bukhori dan istrinya, Umi Kalsum, sengaja datang ke Masjid Dewantara untuk mencari tahu para calon haji kloter 8 yang juga tersapu gelombang tsunami itu. Memang, 325 calon haji berasal dari Aceh Utara dan sebagian Lhokseumawe. Informasi yang diperoleh Bukhori siang kemarin, para calon haji dan pengantarnya yang menjadi korban akan dibawa ke Masjid Dewantara.

Bukhori adalah salah satu calon jamaah haji kloter 8 yang selamat. Bersama sang istri, dia akan menunaikan ibadah haji pertamanya. Namun, beberapa jam sebelum berangkat, tsunami menahan langkahnya. Muka Bukhori langsung tersenyum ketika wartawan koran ini menyapa dan memintanya untuk berbagi pengalaman peristiwa mengenaskan tersebut.

"Alhamdulillah, Dik. Saya dengan istri saya selamat. Allah menolong jiwa saya," katanya kepada koran ini sebelum membuka cerita.

Sebelum kejadian sekitar pukul 07.00 WIB, Bukhori dan istrinya serta jamaah lain mendapatkan kesempatan untuk bertemu keluarga. Waktu yang disediakan sekitar dua jam atau hingga pukul 09.00. Waktu itu dimanfaatkan Bukhori bersama ketiga anak dan 20 pengantarnya untuk bercerita.

Namun, setelah satu setengah jam berbicara, tiba-tiba terjadi gempa ringan. Gempa tersebut belum menyiutkan nyali Bukhori dan keluarganya. Mereka hanya berpegangan tangan dan keluar dari Asrama Haji untuk melihat apa yang terjadi. Lima belas menit kemudian, guncangan kembali terjadi. Kali ini lebih besar. Nyali Bukhori jadi ciut.

"Saya melihat beberapa gedung di luar bergoyang karena getaran yang lebih besar dari yang pertama," tuturnya.

Bapak tiga anak itu langsung berpikir cepat. Dua anaknya langsung digandeng ke luar. Istrinya pun langsung menggandeng anak bungsu mereka dan melarikannya ke lapangan yang jaraknya sekitar 100 meter. Saat sudah berada di luar pagar asrama haji, Bukhori sempat melihat gedung asrama itu bergoyang. Dalam pikirnya, gempa tersebut bisa merobohkan baungunan tersebut.

Bukhori kembali kaget ketika beberapa calon jamaah haji meminta dirinya dan yang lain berlari lebih jauh. "Air? air? air?.," teriak orang itu kepada Bukhori.

Pada awalanya, Bukhori belum mengerti apa yang dimaksud orang yang berteriak air tersebut. Beberapa menit kemudian, ada air yang mengalir deras menunju ke arahnya. Meskipun bukan gulungan ombak, arus air yang cukup deras tersebut membuat beberapa orang di dalam asrama haji lari kalang kabut.

... Yang mengherankan lagi, sebagian dari para calon jamaah haji memilih berdoa dan membaca ayat-ayat suci Alquran. Bukhori menebak, merekalah yang menjadi korban tsunami tersebut. "Karena saat air mengalir, saya dengar mereka masih mengaji," katanya.

Bukhori pun langsung lari menyelamatkan diri. Kali ini dia menggendong anak bungsunya yang semula digendong istrinya. Sedangkan dua anaknya yang lain digandeng istrinya. "Terus terang, waktu itu saya tak memikirkan istri dan kedua anak saya. Saya hanya berdoa semoga mereka selamat," ujar Bukhori yang berpikir terpisah dari istrinya.

Bukhori terus berlari bersama orang lain. Tapi, dia akhirnya terhambat tembok tinggi sekitar 2,5 meter. Sambil menggendong anak bungsunya yang masih berumur 6 tahun, Bukhori berusaha menaiki tembok tersebut. Sudah tiga kali mencoba, tetapi Bukhori tetap tidak bisa melewai tembok itu. Padahal, air mulai mendekat.

Entah kenapa, Bukhori langsung melemparkan anak bungsunya melewati tembok tinggi itu. Berhasil. Sebelum menyusul anak bungsunya, dia melihat istri dan kedua anaknya berada di belakang. Saat itu hatinya bertambah lega. Bukhori segera membantu istri dan kedua anaknya melewati tembok tersebut.

Berhasil melewati tembok, mereka kembali berlari. Namun, Bukhori salah jalan. Ketika tiba di sebuah persimpangan, orang lain memilih berbelok kanan. Tetapi, Bukhori dan istrinya belok kiri. "Ternyata, saya justru mendekati datangnya air dari arah yang lain," ujarnya. Saat itu Bukhori dan istrinya sempat berselisih pendapat.

Istri Bukhori memilih melanjutkan berlari. Tapi, Bukhori memilih mencari rumah bertingkat. Bukhori pun memberanikan diri masuk ke rumah yang berlantai dua. "Keluarga mereka langsung menolong kami dan kami berada di lantai atas," kata Bukhori.

Selama satu jam, Bukhori dan keluarganya berada di rumah berlantai dua tersebut. Dia menyaksikan gelombang tsunami yang menghantam kota Banda Aceh. Menurut dia, tinggi gelombang mencapai lima meter.

Setelah satu jam menunggu dan melihat aliran air sudah mereda, Bukhori dan keluarga memberanikan turun. Ketika itu, mereka melihat mayat bergelimpangan di pinggir jalan. Bahkan, ada masih terbawa arus. Beberapa mobil berserakan. "Banda Aceh seperti kota mati, Dik," katanya.

Tidak tahan melihat penderitaan, Bukhori bersama beberapa penduduk yang masih hidup membantu mengevakuasi beberapa mayat. Dengan dibantu beberapa satuan Brimob dan TNI, mereka mengevakuasi mayat-mayat yang ada dan yang bisa dilihat.

Malamnya, Bukhori menginap di rumah seorang pejabat. "Saya inginnya langsung pulang, tapi saya membantu mengevakuasi mayat sampai sore. Saat itu lampu mati dan handphone tidak bisa digunakan,’ katanya. Baru keesokan harinya, dengan mengendarai truk Bukhori meninggalkan Banda Aceh kembali ke Muara Dua, Lhokseumawe. Bukhori pun menyempatkan diri ke Masjid Dewantara untuk melaporkan kejadian yang dialami.

"Sebagian sudah meninggal, Dik, tapi ada jamaah yang masih hidup. Yang paling banyak kan yang mengantarkan. Alhamdullilah, pengantar saya yang berjumlah 20 orang selamat semua," katanya. Beberapa tas tidak bisa diselamatkan. Tapi, paspor dan barang-barang penting yang dimasukkan tas kecil bisa diamankan.

Bukhori mengaku masih bingung mengenai nasib dia dan istrinya. Dia tetap berharap bisa menunaikan haji tahun ini. Tetapi, musibah telah menimpa dia. Selain menunggu kabar dari calon jamaan haji lain, Bukhori juga meminta pemerintah memberikan kebijakan agar dirinya bisa berangkat haji tahun ini.

"Saya tetap ingin pergi sekarang. Tetapi, saya tak tahu kebijakan pemerintah. Saya mau harus berangkat dari embarkasi Medan atau yang mana saja," ujarnya penuh harap. (***)

*************************
Created at 9:53 AM
*************************

Bertahan di Puncak Palem, Supermodel Cantik Selamat

Keganasan tsunami mengancam siapa saja. Tak terkecuali para selebriti dan tokoh terkemuka di dunia. Salah satunya adalah supermodel asal Chechnya, Petra Nemcova, 25. Model cantik itu berhasil lolos dari terjangan gelombang tsunami di Phuket, Thailand, setelah berpegangan kuat di puncak pohon palem.

Tak tanggung-tanggung, dia mendekap dan memeluk erat-erat pohon palem tersebut selama delapan jam. Nyawanya selamat setelah ditolong petugas. Tapi, tulang pinggulnya patah. Selain itu, dia mengalami cedera di bagian dalam organ tubuhnya. Sedangkan kekasihnya, Simon Atlee, 33, belum ditemukan hingga kemarin.

"Saat ini dia (Nemcova) berada di rumah sakit. Dia merasa sangat beruntung karena bisa selamat. Sekarang kondisinya aman. Dia baik-baik saja," kata Rob Shuter, agen Nemcova, kepada kantor berita AFP kemarin.

Saat musibah itu terjadi, Nemcova memang sedang berlibur di Thailand Selatan bersama sang kekasih yang berpofesi sebagai fotografer mode. Awalnya, dia merencanakan liburan selama 10 hari di Thailand sebagai hadiah Natal.

Pada hari terjadinya bencana, mereka berdua baru menikmati pantai di Resor Khao Lak, Phuket, dan kembali ke penginapan. Tiba-tiba, tsunami menghantam pantai. "Mereka berada di pantai dan menyewa pondok. Tiba-tiba, gelombang tsunami datang dan menghanyutkan pondok," ungkap Shuter.

Model pakaian renang di sampul majalah Sports Illustrated dan pakaian dalam (lingerie) Victoria’s Secret tersebut merasa sangat beruntung selamat dari serbuan air laut yang meluluhlantakkan Resor Khao Lak. Dia pun menjelaskan, arus air yang deras menyeret dirinya dan kekasihnya dari penginapan.

Beruntung, Nemcova berhasil meraih puncak pohon palem. Dia pun selamat dari seretan air laut. Tapi, Simon Atlee hanyut. Di atas pohon itu, Nemcova mengaku menyaksikan pemandangan tragis nan mengerikan. Mayat-mayat korban tsunami mengapung di mana-mana.

"Semua orang berteriak histeris. Jerit tangis anak-anak juga terdengar di mana-mana. Semuanya berteriak ’tolong, tolong’. Tapi, setelah beberapa menit, Anda tidak mendengar (teriakan) anak-anak lagi," ujar Nemcova kepada The New York Daily News di rumah sakit tempat dirinya dirawat di Thailand.

Dia harus bertahan delapan jam di atas pohon sampai akhirnya mendapatkan pertolongan. Dia segera diterbangkan ke rumah sakit untuk dirawat. Pengalaman selamat dari maut itu meninggalkan trauma pada dirinya. Nemcova terlihat gemetar setiap teringat kejadian tersebut.

"Yang jelas, setelah menyelamatkan diri, saya mencoba terus berpikir positif. Banyak orang menderita luka yang mengerikan. Darah berceceran di mana-mana. Ini seperti sebuah film perang," ceritanya. Shuter berharap Nemcova bisa keluar dari rumah sakit dalam 2-3 hari ini.

Saat ini Nemcova justru mengkhawatirkan nasib sang kekasih. Hingga kemarin keberadaan atau mayat Atlee belum ditemukan. Keduanya berpacaran sejak dua tahun lalu. Sejak saat itu mereka menjadi sorotan di dunia mode internasional.

Bukan hanya Nemcova yang lolos dari serangan tsunami. Mantan Kanselir Jerman Helmut Kohl juga nyaris menjadi korban. Saat musibah itu terjadi, Kohl memang sedang berlibur di sebuah resor di Galle, Sri Lanka. Tetapi, Selasa lalu, Kohl dan rombongannya berhasil dievakuasi dari sebuah hotel oleh AU Sri Lanka. "Begitu helikopter dikirim, kami berhasil membawanya kembali bersama enam orang lain," ujar Komandan AU Sri Lanka Donald Perera kepada kantor berita Associated Press (AP).

Sejumlah selebriti dan tokoh terkemuka juga menjadi korban. Misalnya, sutradara kondang Hollywood Richard Attenborough kehilangan keluarga akibat tsunami. Cucu perempuannya, Lucy, 14, dan putrinya, Jane, hilang saat berlibur di Phuket. Ibu mertua Jane juga hilang dalam musibah tsunami itu. Sedangkan cucu Attenborough lainnya, Alice, 17, luka-luka dan masuk rumah sakit.

Sejumlah film besutan Attenborough selama ini tergolong sukses. Filmnya yang berjudul Gandhi pernah meraih Oscar. Dia juga pernah menyutradarai Cry Freedom, Chaplin, Jurassic Park, The Great Escape, dan Elizabeth.

Pemain sepakbola Australia, Troy Broadbridge, juga menjadi korban saat menikmati bulan madu bersama istrinya, Trisha. Saat itu mereka menyusuri pantai Phuket. Broadbridge hilang disapu tsunami, tetapi sang istri selamat.

Sedangkan atlet ski Swedia, Ingemar Stenmark, selamat ketika berjemur di pantai Khok Kloi, 50 km dari Phuket, Thailand. Saat musibah terjadi, peraih medali emas Olimpiade 1980 dan juara dunia 1986 itu bersama teman-temannya di pantai.

Sebelumnya, aktor laga Hongkong Jet Li dan keluarganya dievakuasi ke Doha, Qatar, setelah hotel tempat mereka menginap di Maladewa disapu tsunami. Kaki Jet Li terluka saat menyelamatkan putrinya yang berusia empat tahun.

Beberapa pemain sepakbola Italia juga nyaris bernasib serupa. Striker AC Milan Filippo Inzaghi, kapten AC Milan dan timnas Italia Paolo Maldini, dan defender Juventus Gianluca Zambrotta sempat terjebak di Maladewa. Tetapi, mereka selamat. (afp/ap/iis)

*************************
Created at 9:49 AM
*************************

Pilih Ibu atau Adik

MATA Nurtiasah (25) berkaca-kaca. Ia benar-benar kesulitan menceritakan kejadian yang menimpa keluarganya ketika gempa bumi dan gelombang pasang tsunami menerjang Kecamatan Bayou, Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Minggu (26/12) pagi.

Berkali-kali perempuan lajang itu sesenggukan, sambil membetulkan selang oksigen yang terpasang di lubang hidungnya. Gelombang pasang tsunami yang terjadi sekitar pukul 08.30 pagi di Aceh Utara itu sungguh meninggalkan kenangan pahit, mimpi buruk, yang tak akan mudah dilupakan seumur hidup.

Tak pernah terbayangkan oleh Nur, sepanjang perjalanan kehidupannya ia harus dihadapkan pada dua pilihan yang sangat berat: menyelamatkan ibunya, Syadidat (63), atau adik bungsunya, Mariani (22). Ibarat makan buah simalakama, ia harus memilih menyelamatkan di antara dua orang sangat ia sayangi ketika tsunami melanda.

"Sebelum badai melanda, saya berada di kamar karena sedang demam. Ibu asyik menonton televisi, sementara Mariani sedang mencuci kain di belakang rumah," kata gadis berkulit hitam manis itu, yang sedang tergolek di Rumah Sakit Cut Meutia, Lhokseumawe, Selasa (28/12) siang.

Ia menceritakan bencana alam yang meluluhlantakkan kawasan permukiman, tempat tinggalnya, yang berjarak lima kilometer dari bibir pantai Laut Lancoek, Aceh Utara. Sebelum terjadi gelombang pasang, pengakuannya, terjadi dua kali gempa yang mengakibatkan dinding-dinding rumahnya bergetar hebat.

Ketika getaran gempa pertama terasa pukul 08.05, adiknya memaksanya keluar dari rumah. Sementara, ibunya masih asyik menonton acara televisi, seperti tak menyadari bahaya yang akan menimpa.



"Aku tidak tahu ada gempa karena aku sendiri lagi pusing. Namun, ketika itu adikku, Mariani, berteriak-teriak tidak jelas, sambil mengajakku keluar dari kamar. Sebenarnya aku tidak kuat untuk keluar karena masih lemas. Tetapi akhirnya aku terpaksa berjalan dengan tertatih-tatih," ia mengenang, sambil menghapus air mata yang mengalir.

Beberapa menit keluar dari kamar, terasa getaran gempa kedua. Barang-barang yang tergantung di dinding rumah berjatuhan. Baru ia beranjak melihat situasi di luar rumah, tiba-tiba muncul begitu saja semburan air pasang, langsung mengurung.


Dipaksa Memutuskan

Seisi rumah panik. Ibunya dan Mariani spontan berlari menghampirinya, kemudian bersama-sama mereka lari ke arah belakang rumah, mencoba menyelamatkan diri ke jalan raya. "Air berhamburan dari segala arah, dan selang beberapa detik air sudah menenggelamkan kami. Mariani dan ibuku sudah putus asa. Mereka menarik-narik badanku di tengah kepungan air," ujarnya.

Entah, mendapat kekuatan dari mana, Nur masih kuat memegang erat tangan adiknya beberapa lama. Dengan tangan yang lain, ia memeluk ibunya yang bertubuh kecil, erat-erat.

Ia tak peduli, berapa banyak air bercampur lumpur yang tertelan. Ia hanya berusaha sekuat tenaga berenang dengan kepala tetap berada di atas permukaan air. Tetapi, kelebihan beban benar-benar membuatnya sulit bertahan di permukaan. Dan, di tengah perjuangan sebagai seorang kakak dan anak untuk menyelamatkan orang-orang yang dicintainya, sebuah benda keras yang terbawa air menghantam mereka. Meskipun

masih bisa bertahan, Nur dipaksa memutuskan untuk melepaskan salah satu bebannya.

"Aku tidak kuat lagi. Aku harus melepaskan satu beban agar bisa berusaha tetap di atas. Akhirnya pegangan tangan Mariani aku lepaskan, tetapi badannya kudorong ke atas, dengan keyakinan dia bisa menyelamatkan dirinya, dibandingkan ibuku yang sudah tua," katanya, terbata-bata.

Begitu salah satu beban terlepas, ia akhirnya berhasil berenang ke permukaan bersama ibunya, dengan bertumpu pada kayu reruntuhan rumah penduduk yang terbawa arus. Ia dan ibunya selamat, meski Nur sendiri beberapa kali muntah darah. Ia sempat dirawat di Unit Gawat Darurat RS Cut Meutia, Lhokseumawe. Begitu juga dengan Syadidat, ibunya, yang sempat dirawat secara intensif dan mengalami shock berat.

Tetapi, harapan bertemu Mariani tak kunjung terwujud. Ia dan Mariani memang bertemu di RS Cut Meutia, tetapi dalam kondisi berbeda. Mariani tewas. Mayatnya ditemukan tersangkut di sebuah pepohonan yang hanyut.


Satu-satunya Selamat

Kondisi yang dialami Nurtiasah, mungkin tak jauh berbeda dengan yang dialami oleh banyak korban tsunami di Aceh Utara, bahkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Gelombang pasang tsunami yang datang hingga setinggi pohon kelapa, membuat penduduk panik. Yang

mungkin ada di benak hanyalah bagaimana berusaha menyelamatkan diri.

Hal itu jugalah yang dialami Tengku Hasan Walud (76), warga Desa Bantaian, Kecamatan Seuneddon, Aceh Utara. Ia hanya bisa menangis tersedu-sedu di antara mayat-mayat yang baru ditemukan, Selasa (28/12) pagi.

Ia satu-satunya yang selamat dari tujuh anggota keluarganya, yang seluruhnya tewas diterjang gelombang tsunami. Ketujuh orang itu adalah istrinya, anaknya, menantu, serta empat cucunya. Hasan selamat setelah berhasil mencapai kayu reruntuhan ketika tsunami melanda.

PEMBARUAN/HENRY SITINJAK

*************************
Created at 3:53 AM
*************************

Kuburan Massal itu bernama "BANDA ACEH" | Wednesday, December 29, 2004


Kuburan Massal itu bernama "BANDA ACEH"

DENGAN harap-harap cemas, Nyonya Asni (48) melangkah mantap menuruni tangga pesawat Garuda Indonesia yang membawanya dari Medan, Sumatera Utara, Senin (27/12) siang. Terik mentari di tengah hari di landasan Bandar Udara Sultan Iskandar Muda, Nanggroe Aceh Darussalam, tidak dihiraukan perempuan berkerudung tersebut.

SETELAH celingak-celinguk di pintu keluar ruang kedatangan penumpang bandar udara (bandara) di kawasan Blang Bintang tersebut, Asni melangkah ke tempat parkir depan. Baru tiga langkah, seorang adiknya langsung menghambur dan memeluk Asni. Isak tangis kedua kakak-beradik ini pun memecah kebisingan orang-orang yang ada di halaman parkir bandara.

"Maaf Kak, tak satu pun anak-anak yang selamat. Saya sudah cari ke mana-mana, mereka tidak ketemu. Rumah kakak tidak ada lagi, dan kini yang tersisa hanya lumpur hitam dan genangan air," kata sang adik sembari memeluk kakaknya, Asni.

Mendengar kabar itu, Asni seketika berteriak histeris. "Ya Allah, habis sudah keluargaku. Nak, ke mana kamu, kok secepat itu meninggalkan kami? Pak, tolong saya, tolong carikan anak saya," ratap Asni kepada Kompas yang kebetulan berdiri di dekatnya. Masih histeris, ibu lima anak ini pun akhirnya terkulai lemas dan duduk berselonjor begitu saja di lapangan rumput taman bandara.

Dengan kalimat terbata-bata disertai isak tangis, Asni bercerita bahwa pekan lalu ia bersama suaminya membawa orangtuanya yang sakit berobat ke Penang, Malaysia. Empat anaknya, masing-masing Siska dan Daifina, keduanya mahasiswa, serta Debi Istiqomah, dan Muhammad Sodiq (12), ditinggal di rumahnya yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari pantai di kota Banda Aceh. Anak tertuanya, Muhammad Ihsan, kuliah di Jakarta.

Semuanya berjalan biasa- biasa saja. Bahkan, hingga Minggu pagi lalu, sekitar pukul setengah delapan atau sekitar 30 menit sebelum gempa berkekuatan 8,9 pada skala Richter menghantam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut), Asni masih sempat bercakap-cakap melalui telepon dengan anak-anaknya

Namun, ternyata itulah percakapan terakhir Asni dengan keempat anaknya. Beberapa menit kemudian, gempa yang disertai gelombang tsunami menyapu rumahnya dan ribuan warga lain yang ada di sepanjang pantai kota Banda Aceh, Aceh Besar, Bireuen, Lhok Seumawe, hingga kawasan pantai Aceh Utara dan Timur.

Tragisnya lagi, kejadian memilukan ini baru diketahui Asni satu hari setelah kawasan pantai Banda Aceh dengan radius sekitar 1,5-2 kilometer dari pantai luluh lantak, rata dengan tanah, digilas gelombang tsunami. Itu pun setelah Asni berjuang berebut tiket penerbangan ke kampung halamannya di Banda Aceh.

Terlambatnya informasi tentang bencana tragis itu tidak lepas dari putus totalnya sarana komunikasi dari dan ke Banda Aceh sejak Minggu pagi itu. Dan, malapetaka pahit tersebut akhirnya terpaksa ditelan sendiri hampir dua hari oleh ribuan warga Banda Aceh dan sekitarnya.

NYONYA Asni memang tak sendirian. Di kota Banda Aceh itu setidaknya ada ribuan keluarga yang mengalami nasib serupa dengannya. Ada keluarga yang lenyap seketika, ada suami/istri kehilangan pasangannya dan anak-anak mereka, ada pula yang kehilangan keponakan, saudara, dan kerabat lainnya. Gelombang tsunami setinggi 10-an meter terlalu dahsyat untuk ribuan nyawa di bumi "Serambi Mekkah" itu.

Tengoklah Rusli Juneid (40), pedagang ikan di Kampung Jawa, kota Banda Aceh. Istrinya, Wardiani (36), bersama tiga anaknya, Nurdin Syahputera (12), Chairul Basyir (10), dan si bocah lincah Akbar Maulana (5), juga tidak diketahui keberadaannya sampai kemarin. Sembari pasrah dan berdoa kepada Allah, seperti orang terkena tekanan mental, Rusli sejak hari Minggu itu kerjanya cuma berkeliling dari satu tumpukan mayat ke tumpukan mayat lainnya yang ada hampir di setiap sudut Banda Aceh.

"Saya belum rela kalau empat orang yang saya cintai ini belum ditemukan jasadnya. Sampai kapan pun setiap mayat yang tergeletak akan saya telusuri dan intip wajahnya. Saya sangat menyesal, kok pada hari itu saya tidak bersama anak-anak di rumah," tutur Rusli yang berkeliling ke mana-mana mencari istri dan ketiga anaknya hanya menggunakan sarung tanpa alas kaki.

Lain lagi cerita Ipul dan Abu Bakar, warga Gampong Aje Cot, Kabupaten Aceh Besar. Ketika itu ia sedang berada di sekitar kawasan pasar Jalan Panglima Polim, Banda Aceh. Tiba-tiba bumi bergoyang disertai suara gemuruh.

"Gelombang dahsyat seperti dinding tegak lurus tiba-tiba menerobos dari arah pantai. Saya berlarian dan dalam sekejap berhasil naik ke pohon yang ada di trotoar jalan. Dengan bergelantungan dan penuh ketakutan, saya menyaksikan betapa gelombang tsunami menghanyutkan apa saja seketika. Mobil-mobil, rumah, dan orang-orang berteriak histeris tampak dihanyutkan dengan mudah, persis seperti sebuah busa di tengah kolam air deras," kata Ipul dan Abu Bakar, yang satu jam kemudian setelah air menyusut baru berani turun menginjak Bumi.

GELOMBANG tsunami yang meluluhlantakkan sekitar sepertiga kota Banda Aceh, Minggu lalu, itu memang menyisakan trauma psikis yang cukup kuat bagi sebagian besar warga setempat.

Selain trauma, tsunami kini menyisakan ribuan jasad tak berdaya, bergelimpangan di mana-mana hampir di semua kawasan pusat kota Banda Aceh.

Kalau berjalan sedikit saja ke ujung kawasan lain, misalnya dekat Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, di tengah- tengah bau busuk yang sangat menyengat hidung, dengan gampang kita akan menemukan tumpukan-tumpukan mayat di selokan yang sudah mulai kering.

"Saya pastikan, lebih dari 10.000 jiwa tewas mengenaskan karena gelombang tsunami di Banda Aceh. Ini bukan mengada-ada, tetapi sesuai dengan fakta yang bisa disaksikan dan dibuktikan di lapangan," ujar Rusli Muhammad, Penjabat Bupati Kabupaten Aceh Besar.

Memang menyedihkan dan memilukan. Petaka yang tidak lebih dari sekitar setengah jam itu telah menjadikan kota Banda Aceh sebagai sebuah "kuburan massal".

Semuanya tampak pasrah menerima nasib. Kini tidak ada terdengar lagi suara tawa dan canda para Cut dan Nyak, kecuali isak tangis dan kucuran air mata. Banda Aceh pun kini seperti sebuah "kuburan massal" dengan batu nisan puing-puing, reruntuhan, lumpur, dan bangkai mobil…. (ahmad zulkani)

*************************
Created at 4:19 PM
*************************

Kala Ombak Gulung Tanah Rencong

MINGGU pagi yang cerah, warga Banda Aceh tengah melakukan aktivitas rutinnya. Ada yang belanja ke pasar, tak sedikit yang melakukan olahraga senam di lapangan Blang Padang. Sekitar 08.10 WIB, tiba-tiba bumi berguncang keras. Warga pun menghentikan kegiatannya dan menyelamatkan diri. Mereka yang berada di dalam gedung serentak ke luar, karena takut tertimpa reruntuhan. Namun di luar ruangan, tanpa mereka sadari, bencana yang lebih hebat menunggu mereka: gelombang pasang sebagai akibat dari gempa bumi.

Ibukota Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang berada di pinggir pantai itu, dalam tempo singkat disapu gelombang pasang yang dalam bahasa Jepang disebut tsunami, dengan kecepatan hingga 800 kilometer/jam! Akibatnya sungguh dahsyat. Dalam tempo singkat, seisi kota berpenduduk 300 ribu jiwa di "Tanah Rencong" itu pun porak-poranda disapu gelombang setinggi 2 sampai 4 meter hingga 5 kilometer ke daratan.

Korban pun bergelimpangan. Di jalanan, di rumah-rumah, di pinggiran sungai dan di bawah gundukan-gundukan barang-barang milik warga yang tersapu ombak. Sementara, mereka yang berhasil selamat, dicekam kekalutan luar biasa. Mereka yang kehilangan sanak saudaranya, kebingungan mencari ke sana ke mari. Tak sedikit di antara warga yang menangis histeris menangisi kepergian orang yang mereka cintai.

Menurut seorang warga Banda Aceh bernama Muhammad Ali kepada acehkita.com, situasi di kota itu sungguh memprihatinkan. Ali, yang berada di Simpang Surabaya, Kota Banda Aceh itu mengisahkan, hari Minggu siang (26/12), banyak jenazah bergelimpangan di jalan. Namun Senin pagi, jenazah-jenazah itu sebagian sudah dievakuasi keluarganya masing-masing, setelah dikumpulkan di masjid-masjid.

Saya yakin, 2.000 jenazah yang sudah dievakuasi. Saya sendiri mengangkat 100 mayat kemarin, kata Ali kepada acehkita melalui telepon satelit.

Menurut Ali, jenazah kebanyakan berada di sekitar Lapangan Blang Padang, yang terdapat di jantung kota berusia 799 tahun itu. Ini dimungkinkan, karena hari Minggu, lokasi itu dipakai kegiatan senam pagi rutin yang melibatkan banyak orang. Di lokasi itu pula, Ali melihat sejumlah korban tewas berada dalam mobil, setelah disapu air bah.

Saya perkirakan, korban di situ ada 300 orang, katanya.

Selain di Blang Padang, menurut Ali, situasi buruk juga terjadi di pesisir Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa. Hari itu banyak warga yang sedang liburan ke pantai. Di sana juga saya perkirakan ada 300 jenazah, ujarnya.

Menurut Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Sofjan Djalil, yang menyertai kunjungan Wapres Jusuf Kalla ke lokasi musibah di Banda Aceh, kepada Metro TV mengatakan bahwa, Masjid Raya Baiturrahman yang tepat di jantung kota itu, tak luput dari amukan tsunami. Bagian menara masjid bersejarah itu dilaporkan mengalami kerusakan.

Kecamatan-kecamatan di Banda Aceh yang diduga dalam kondisi parah, masing-masing Kecamatan Kutaraja dan Syiah Kuala. Sementara itu, lalu lintas dalam Kota Banda Aceh masih belum normal, karena banyaknya genangan air, lumpur, dan batang-batang kayu serta barang-barang milik warga --termasuk mobil-mobil yang terguling.

Masjid Baiturrahman, kantor DPRD Provinsi NAD, emperan pertokoan di Simpang Surabaya, serta Rumah Sakit Kesdam dijadikan lokasi pengungsian warga, sekaligus tempat menyimpan sementara jenazah. Sementara RS Zainoel Abidin, sampai pagi ini masih digenangi air.

Muhammad Ali mengisahkan, ia sendiri menjadi saksi mata, gelombang pasang yang dahsyat menyapu pusat kota Banda Aceh, beberapa saat setelah gempa bumi tektonik yang menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) berkekuatan 6,8 Skala Richter.

Di daerah Lam Paseh, rumah-rumah warga sampai rata dengan tanah. Ali mengaku turut membantu mengevakuasi para korban di lokasi tersebut.

Saya mengambil satu mayat, dan saya melihat mayat lainnya bertimbunan, katanya.

Di Simpang Lima, Pasar Swalayan Pante Pirak tak luput dari amukan air bah. Pusat perbelanjaan itu terletak persis di samping Krueng (Sungai) Aceh. Saking dahsyatnya gulungan ombak itu, Ali melihat ada tiga unit truk Reo (truk militer beroda 10) tersangkut di atas toko di Jalan Muhammad Jam.

Lebih 5.000 tewas
Hingga pukul 18.00 WIB Senin sore (27/12), dilaporkan korban tewas di Provinsi NAD mencapai 5.528 orang. Dari jumlah korban tewas tersebut, paling banyak di Kota Banda Aceh, yakni 3.000 orang. Di Aceh Utara, korban tewas 1.559 orang. Sedangkan korban meninggal lainnya, tersebar di Bireuen (132 orang), Pidie (645 orang), Lhokseumawe (157 orang), dan Aceh Timur (35 orang). Hingga kini, belum diperoleh data dari Kabupaten Aceh Barat, Pulau Simeulue -- yang merupakan daerah terdekat dengan pusat gempa-- karena jaringan komunikasi ke daerah itu putus total. Sementara itu, jaringan komunikasi dengan Kota Banda Aceh, Aceh Besar dan Pidie, hingga kini juga terputus. Komunikasi hanya bisa dilakukan menggunakan telepon satelit.

Selain wilayah Aceh, yang dijuluki Serambi Mekkah ini, tsunami juga melanda daerah Sumatera Utara (Sumut), mengakibatkan korban tewas di Kabupaten Kepulauan Nias sebanyak 122 orang, Pantai Cermin delapan orang, dan Kabupaten Tapanuli Tengah satu orang.

Dilaporkan pula, badai tsunami itu juga merenggut nyawa 45 orang anggota keluarga TNI/Polri, terdiri dari 18 istri TNI/Polri, 25 orang anak TNI/Polri dan dua orang mertua TNI/Polri. Sedangkan anggota TNI yang tewas dalam bencana alam ini, menurut data yang dilansir Panglima TNI Jendral TNI Endriartono Sutarto, sebanyak 377 personel. Sebanyak 19 personel di antaranya berasal dari satuan organik Kodam Iskandar Muda dan satuan penugasan dari Yonif-744 dan Yonif Marinir, 180 personel tewas dari satu kompi Kodam Iskandar Muda yang sedang berlatih di Ulee Gle, Pidie.

Mereka yang selamat dan dirawat di rumah sakit di NAD dan Sumut, sebanyak 602 orang. Mereka masing-masing dirawat di RS Cut Meutia Lhokseumawe (95 orang), RS PMI Lhokseumawe (157 orang), RSUD Biereun (296 orang), RSU Langsa (51 orang), RSU Melati Perbaungan (dua orang), dan RS Lubuk Pakam (satu orang).

Jumlah pengungsi yang terdata saat ini mencapai 15.000 orang, terbagi di 35 titik di kedua provinsi.

Departemen Kesehatan (Depkes) saat ini berupaya mengevakuasi korban yang meninggal maupun luka-luka untuk dibawa ke rumah sakit terdekat, membuka Posko kesehatan 24 jam, memberikan rawat inap dan rawat jalan, melakukan koordinasi dengan lintas sektoral.

Selain itu, Depkes juga telah mengirim bantuan obat-obatan sebanyak 10 ton, dan Selasa (28/12) akan dikirim lagi empat ton plus puluhan tenaga medis.

Sementara itu, Gubernur NAD Abdullah Puteh, yang tengah menghadapi persidangan kasus korupsi pembelian helikopter MI-2 di Pengadilan Tipikor Jakarta, meminta izin pada hakim untuk memimpin doa bersama bagi para korban tsunami di tanah kelahirannya.

*************************
Created at 3:12 PM
*************************

Tiba-tiba Laut Surut

Laporan : zam/ap/irf/dip

Zakaria (43 tahun), belum hilang rasa paniknya begitu bumi bergetar keras pada pukul 08.10 WIB. Dia segera keluar bersama isteri dan empat anaknya dari rumah kayunya yang bergemeretak di tepi pantai Desa Munasahlhok, Kecamatan Muarabatu, Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Tidak dipedulikannya lagi perabotan rumah yang berjatuhan akibat geliat gempa bumi itu.

Sepuluh menit kemudian, Zakaria menyaksikan sebuah fenomena alam yang menakjubkan. ''Air pantai tiba-tiba surut sekitar 1 kilometer,'' ungkapnya. Rasa panik Zakaria seakan lenyap oleh pemandangan yang tak pernah dilihatnya selama hidup di tepian pantai dan melaut sebagai nelayan. Tak sadar, langkahnya mengayun cepat seperti tersedot medan magnet ke arah menyurutnya air laut itu.

Zakaria tidak sendirian. Banyak warga setempat juga penasaran untuk melihat surutnya air laut yang begitu jauh menjorok menuju lepas pantai. Sekitar 10 menit kemudian, terdengar debur ombak yang dahsyat seperti ledakan dinamit yang amat keras. Namun, sebelum hilang rasa kagetnya, warga tiba-tiba panik dan berlarian menuju tepi pantai. Ketika itu, air yang surut berbalik haluan dengan kecepatan tinggi. ''Gelombang airnya bergulung-gulung membentuk ombak besar menuju pantai,'' ungkap Halim, seorang saksi mata lainnya, yang tidak ikut turun ke bawah pantai saat air laut menyurut.

Banyak warga yang tak mampu segera mencapai garis pantai atau daerah aman saat air laut itu kembali pasang. Mereka terperangkap oleh fenomena alam yang sempat menjadi pemandangan memukau. Sedangkan Zakaria, termasuk beruntung. Ia mampu mencapai rumahnya untuk berlindung. Namun, air pasang itu bergulung sampai melewati garis pantai. Manusia, pepohonan, rumah, dan segala yang ada di tepi pantai, pun diterjangnya.

Zakaria merasa tak aman kalau harus berlindung di rumah. Maka ia putuskan untuk lari menjauh. Orang tuanya, Ismail (85), menggapaikan tangan meminta tolong, dan segera ditariknya. Namun, pegangan Zakaria terhadap tangan Ismail terlepas oleh debur air pasang yang menerjang keras rumahnya. Sejak itu, Zakaria tak sadarkan diri. Ketika siuman pada siang hari, Zakaria sudah tergeletak di Puskesmas Geurugoh, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireun, NAD. Di situ, ia juga mendapatkan istri, empat anak, dan orang tuanya masih hidup. Perasaan suka cita terbebas dari maut itu segera berubah duka. Muncul berita bahwa mertua Zakaria, Daud (80), yang tinggal bertetangga, tewas dalam amuk gelombang pasang air laut itu.

Daud tercatat sebagai salah satu dari ribuan korban tewas akibat gempa dan gelombang tsunami yang terjadi di pantai sebelah barat Sumatra Utara dan NAD. Musibah tersebut tercatat sebagai salah satu dari lima gempa besar yang terjadi sejak tahun 1900. ''Seluruh planet bergetar,'' kata Enzo Boschi, kepala lembaga geofisika nasional Italia, menggambarkan gempa yang terjadi kemarin.

Pantaslah jika keterkejutan keluarga Zakaria juga menjadi milik P Ramanamurthy, warga Andra Pradesh, India. ''Saya tidak pernah membayangkan bahwa peristiwa seperti ini bisa terjadi,'' ungkapnya. Rama menjelaskan bahwa saat tsunami datang, dia menyaksikan perahu-perahu nelayan tersapu gelombang seperti kertas yang hanyut di air.

Tak kalah dengan keduanya, Gerrard Donelly, warga Inggris yang sedang berwisata di Phuket, Thailand, juga sangat tersentak dengan peristiwa tersebut. Waktu itu dia mengaku mendengar bunyi ledakan yang sangat keras. ''Sungguh sangat keras. Saya kira itu serangan teroris,'' ujarnya. Setelah terdengar ledakan, gelombang laut datang sangat besar. Untuk menyelamatkan diri, dia pun langsung naik ke lantai atas hotel tempatnya menginap.

Begitu gempa dan tsunami reda, kepanikan mereka, juga jutaan orang yang tinggal di pantai yang mengelilingi Samudra Hindia tidak serta-merta sirna. Aliran listrik dan saluran komunikasi di sebagian wilayah di pantai-pantai itu mati. Korban tewas akibat peristiwa tersebut juga terus meningkat. Untuk membantu para korban, sesaat setelah bencana Dompet Dhuafa (DD) Republika, segera menuju NAD dengan membawa bantuan senilai Rp 500 juta. ''Saat ini kami sedang berada di Medan dan bersiap untuk menuju Aceh pada pukul 23.00 dengan kendaraan darat, karena pasca gempa tidak ada penerbangan langsung ke Aceh,'' ungkap Direkktur ACT DD Republika, Ahyudin.

Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia, Pujobroto, mengakui bahwa sejak peristiwa tersebut memang penerbangan ke Aceh ditunda sampai situasi kembali normal. Direktur Utama Perum Bulog, Widjanarko Puspoyo juga menginstruksikan jajarannya menyiapkan stok beras untuk membantu para korban.

*************************
Created at 10:39 AM
*************************

Banda Aceh Diguncang Gempa

Banda Aceh, 26 Desember 2004 09:30
Kota Banda Aceh, Minggu pagi (26/12), sekitar tujuh menit diguncang gempa yang cukup kuat, mulai pukul 08.05 WIB, mengakibatkan sejumlah bangunan ambruk. Belum diketahui kemungkinan adanya korban jiwa.

Akibat guncangan yang belum diketahui pasti kekuatannya tersebut, sejumlah ruko yang sedang dalam pembangunan di kawasan Kelurahan Beurawe, Kecamatan Kota Alam Banda Aceh, tampak ambruk.

Sampai berita ini diturunkan, aparat keamanan, polisi serta petugas dari Palang Merah Indonesia sudah berada di lokasi gempa karena dikhawatirkan ada pekerja bangunan yang tertimpa reruntuhan bangunan.

Begitu terasa guncangan akibat gempa, ribuan penduduk di kota berjumlah sekitar 350.000 itu langsung berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri.

Menurut keterangan beberapa penduduk yang ditemui di lokasi, gempa tersebut adalah yang terkuat yang pernah menimpa daerah mereka selama ini. [TMA, Ant]

*************************
Created at 9:58 AM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

December 2004[x] January 2005[x] August 2005[x]