<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d9838259\x26blogName\x3dBerita\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://cintaku-be.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://cintaku-be.blogspot.com/\x26vt\x3d-1352467540452466980', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

Apa Kata Alquran Tentang Tsunami? | Friday, August 05, 2005


Apa Kata Alquran Tentang Tsunami?
Nasaruddin Umar
Gurubesar Ilmu Tafsir UIN Jakarta dan Wakil Direktur Pusat Studi Alquran


Ketika dalam penerbangan menuju Milan, Italia, di samping saya duduk seorang relawan yang baru saja pulang dari Aceh. Ia memperkenalkan diri sebagai emergency field co-ordinator pada Medecins Frontieres Arsen Zonder Grenzen, Belanda. Saya juga memperkenalkan diri sebagai gurubesar ilmu tafsir di UIN Jakarta yang akan mengikuti seminar dan workshop di Bellagio, Italia. Diskusi kami menarik karena ia juga aktif mempelajari kitab-kitab suci dan sangat kagum terhadap tulisan-tulisan Karel Armstrong, mantan seprofesinya sebagai perawat, yang kini menjadi penulis produktif tentang Islam. Di sela-sela perbincangan kami ia mendesakkan sebuah pertanyaan, What does the Qur'an really say about Tsunami in Aceh?. Ia merasa bingung terhadap pernyataan tokoh-tokoh agama di berbagai media di Indonesia. Ada yang mengatakan tsunami sebagai hukuman (punishment), yang lain mengatakan musibah biasa meskipun dahsyat (calamity), dan ada juga yang mengatakan balabencana (disaster). Sesungguhnya ia ingin menanyakan perbedaan antara azab, musibah, dan bala di dalam Alquran. Pertanyaan ini cukup berat, untung saja inti pertanyaan ini baru saja saya bahas di dalam khutbah Idul Adha di Mesjid Istiqlal yang baru lalu.

Ketiga istilah tersebut memang sering digunakan agak rancu di dalam masyarakat, terutama pascatsunami. Jika pembicaraan diarahkan untuk menyabarkan masyarakat yang tertimpa musibah maka peristiwa tsunami diasumsikan mushibah atau bala. Jika diarahkan untuk mengingatkan kepada para pendosa dan orang-orang yang melampaui batas maka peristiwa tsunami diasumsikan azab.

Manusia, alam, dan bencana
Di dalam Alquran, ketiga istilah tersebut dapat dibedakan. Azab lebih banyak digunakan untuk menyatakan siksaan dan hukuman Tuhan terhadap para pendosa dan orang-orang yang melampaui batas. Azab hanya ditujukan kepada para pendosa, sedangkan orang yang baik-baik luput dari azab itu. Sedangkan musibah dan bala lebih banyak digunakan untuk menyatakan ujian dan penderitaan kepada orang-orang, baik kepada para pendosa maupun kepada orang yang baik-baik. Perbedaan antara musibah dan bala hanya terletak pada skalanya. Musibah skalanya lebih besar dan lebih luas, sedangkan bala skalanya lebih terbatas dan umumnya bersifat personal. Sebab musabab musibah terkadang sulit dijelaskan karena lebih banyak bersifat makro dan akumulatif, sedangkan bala lebih banyak bersifat mikro dan kasuistik, misalnya kecerobohan seseorang berpotensi mendatangkan bala.

Dalam beberapa kasus memang agak sulit dipetakan secara skematis. Perilaku menyimpang dan dan perbuatan melampaui batas manusia sebagai makhluk mikrokosmos seringkali berbanding lurus dengan perilaku ganas alam raya sebagai makhluk makrokosmos. Alam raya memang telah ditundukkan (taskhir) untuk mengabdi kepada kepentingan manusia sebagai khalifah di bumi (khalaif al-ardl), akan tetapi alam raya sepertinya memberi syarat sepanjang manusia menjadi khalifah yang baik dan benar. Kapan manusia tidak lagi bersahabat dengan alam, bahkan merusaknya, maka alam pun tidak akan bersahabat, bahkan tidak segan-segan ''menghukum'' sendiri manusia itu.

Hubungan dialektis antara makhluk mikrokosmos dan makhluk makrokosmos banyak diuraikan di dalam Alquran. Antara lain misalnya hujan yang tadinya pembawa rahmat (QS al-An'am/6:99), tiba-tiba menjadi sumber malapetaka banjir yang memusnahkan areal kehidupan (QS al-Baqarah/2:59). Gunung-gunung yang tadinya sebagai pasak bumi (QS al-Naba'/78:7), tiba-tiba memuntahkan debu, lahar panas, dan gas beracun (QS al-Mursalat/77:10).

Angin yang tadinya mendistribusi awan (QS al-Baqarah/2:164) dan menyebabkan penyerbukan dalam dunia tumbuh-tumbuhan (Q.S. al-Kahfi/18:45), tiba-tiba tampil begitu ganas memorak-porandakan segala sesuatu yang dilalewatinya (QS Fushshilat/41:16). Laut yang tadinya begitu pasrah melayani mobilitas manusia (QS al-Haj/22:65), tiba-tiba mengamuk dan menggulung apa saja yang dilaluinya (QS al-Takwin/81:6). Kilat dan guntur tadinya menjalankan fungsi positifnya, melakukan proses nitrifikasi (nitrification process) untuk kehidupan makhluk biologis di bumi (QS al-Ra'd/13:12), tiba-tiba menonjolkan fungsi negatifnya, menetaskan larva-larva betina (telur hama) yang kemudian memusnahkan berbagai tanaman para petani (QS al-Ra'd/13:12). Disparitas flora dan fauna tadinya tumbuh seimbang mengikuti hukum-hukum ekosistem (QS al-Ra'd/13:4), tiba-tiba tumbuh dan berkembang menyalahi keseimbangan dan pertumbuhan deret ukur kebutuhan manusia (QS al-A'raf/7:132).

Azab, mushibah, dan bala dalam Alquran memang ada. Azab yang merupakan siksaan yang ditujukan kepada umat-umat terdahulu yang melampaui batas, seperti umat Nabi Nuh yang keras kepala dan diwarnai berbagai kedlaliman (QS al-Najm/53:52), dihancurkan dengan banjir besar dan mungkin gelombang tsunami pertama dalam sejarah umat manusia (QS Hud/11:40); umat Nabi Syu'aib yang penuh dengan korupsi dan kecurangan (QS al-A'raf/7:85; QS Hud/11:84-85) dihancurkan dengan gempa yang menggelegar dan mematikan (QS Hud/11/94); umat Nabi Shaleh yang kufur dan dilanda hedonisme dan cinta dunia yang berlebihan (QS Al-Syu'ara'/26:146-149) dimusnahkan dengan keganasan virus yang mewabah dan gempa (QS Hud/11:67-68).

Umat Nabi Luth yang dilanda kemaksiatan dan penyimpangan seksual (QS Hud/11:78-79) dihancurkan dengan gempa bumi dahsyat (QS Hud/11:82); penguasa Yaman, Raja Abraha, yang berusaha mengambil alih Ka'bah sebagai bagian dari ambisinya untuk memonopoli segala sumber ekonomi, juga dihancurkan dengan cara mengenaskan sebagaimana dilukiskan dalam surah Al-Fil (QS al-Fil/105:1-5).

Cara kerja azab Tuhan di dalam Alquran hanya menimpa kaum yang durhaka dan tidak menimpa atau mencederai orang-orang yang shaleh dan taat pada Tuhan. Sedangkan cara kerja mushibah dan bala tidak membedakan satu sama lainnya. Contoh adzab misalnya Nabi Nuh dan orang-orang taat yang menyertainya selamat dari terpaan banjir besar. Nabi Syu'aib dan pengikut setianya selamat dari amukan gempa yang menggelegar. Nabi Shaleh dan segelintir pengikut setianya selamat dari serangan wabah virus yang mematikan secara massal itu. Nabi Luth dan pengikut setianya juga terbebas dari bencana alam yang mengerikan itu. Demikian pula virus dahsyat yang dibawa oleh serangga Ababil hanya menghancur luluhkan pasukan Abrahah. Dalam riwayat, Abu Thalib, kakek Nabi yang menyaksikan bencana itu tidak ikut korban dalam bencana itu.

Bentuk azab yang pernah menimpa umat terdahulu antara lain: 1) banjir besar (mungkin ini gelombang tsunami pertama) seperti yang ditimpakan pada umat Nabi Nuh; 2) bencana alam dahsyat berupa suara yang menggemuruh seperti yang ditimpakan kepada umat Nabi Syu'aib; 3) tanah longsor dahsyat seperti yang ditimpakan kepada umat Nabi Luth; 4) Virus hewan yang menular kepada manusia secara mengerikan, seperti yang menimpa umat Nabi Shaleh. Menurut Prof Opitz, seorang ahli sejarah penyakit, kemungkinan virus ini virus anthrax karena gejalanya, sebagaimana disebutkan dalam hadits, hari pertama warna kulit mereka berwarna kuning, hari kedua berwarna merah, mungkin karena terjadi pendarahan yang hebat sehingga pori-pori mengeluarkan darah, dan hari ketiga berwarna hitam, mungkin karena empedu pecah dan seluruh cairan dalam tubuh berwarna hitam. Ujung hari ketiga virus ini bekerja pada sistem saraf termasuk sistem pendengaran, maka mereka mati bergelimpangan seperti mendengarkan suara yang amat keras.

Azab lain berbentuk bakteri yang mematikan dibawa oleh serangga sebagaimana ditujukan kepada umat pasukan Abrahah. Dalam Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh, kata thair dalam surah al-Fil diartikan dengan serangga yang membawa virus dan kata al-hijarah min sijjil diartikan semacam zat yang mematikan. Cara kerja virus ini menurut Prof Opitz agak mirip dengan virus Ebola yang mengenaskan itu. Azab Tuhan sulit dipredeksi dan tidak akan pernah bisa ditangkal oleh kekuatan manusia. Sedangkan musibah dan bala ada kemungkinan untuk diprediksi dan diupayakan penangkalnya, antara lain dengan bentuk doa sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW.

*************************
Created at 2:41 PM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

December 2004[x] January 2005[x] August 2005[x]