<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/9838259?origin\x3dhttps://cintaku-be.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

2.000 Peserta 10 K Belum Ditemukan | Sunday, January 09, 2005


2.000 Peserta 10 K Belum Ditemukan

BANDA ACEH - Banyak cerita tragis saat "monster" bernama tsunami menggulung kota dan penghuni Banda Aceh. Pada Minggu kelam itu, digelar lomba gerak jalan 10 Kilometer (10 K) Aceh Open 2004 yang diikuti 2.000 peserta. Wali Kota Banda Aceh Syarif Abdul Latif yang sedianya membagikan piala untuk pemenang juga ikut hilang bersama ribuan peserta lomba tersebut.

Firdaus, 52, pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora Provinsi NAD) yang juga salah seorang panitia 10 K tersebut, menjadi saksi ganasnya tsunami yang membuat ribuan peserta lomba itu lenyap. Dia juga merupakan orang terakhir yang berbincang dengan Syarif sebelum wali kota itu hilang dan hingga kini belum ditemukan.

Saat petaka Minggu pagi tersebut, Firdaus bersama wali kota berbincang di Lapangan Blang Padang, tempat lomba lari itu digelar. Keduanya sedang berbincang santai sambil menunggu lomba berakhir. "Jarum jam saat itu menunjukkan pukul 08.20," jelas Firdaus kepada wartawan koran ini, Armydian Kurniawan.

Sebagian besar peserta lomba yang dimulai setengah jam sebelumnya tersebut sudah kembali memasuki lapangan setelah mengitari rute jalan-jalan utama di tengah kota. Beberapa di antaranya memang ada yang sengaja memotong kompas dan segera kembali ke lapangan ketika merasakan gempa yang sangat hebat sekitar sepuluh menit setelah mereka dilepas di garis start.

Lomba rutin setahun sekali yang terbuka untuk masyarakat luas tersebut kali ini dimulai lebih awal dari jadwal. Seharusnya start dimulai tepat pukul 08.00. Namun, karena sudah banyak peserta yang berkumpul dan meminta segera diberangkatkan, lomba dimajukan 15 menit. Sehingga, sekitar 30 menit setelahnya, peserta yang benar-benar ikut rute sudah banyak yang tiba.

Obrolan Firdaus dan wali kota tentang gempa yang baru terjadi terhenti begitu mereka mendengar suara gemuruh hebat di kejauhan dan melihat orang-orang berlarian kocar-kacir sambil berteriak penuh kepanikan.

Tak lama, dari atas Paviliun Seulawah yang berjarak sekitar 100 meter arah barat dari tempat mereka berdiri, tampak air laut berwarna hitam pekat setinggi enam meter bergulung-gulung deras mendekat dengan sangat cepat seperti tangan-tangan besar yang siap menerkam. Angin yang sangat kencang disertai debu menerjang mereka.

Firdaus sempat melihat jelas berbagai benda seperti lempengan seng, balok-balok kayu, bahkan sepeda motor beterbangan di atas gelombang. Ombak raksasa yang jatuh dan pecah di daratan mengeluarkan putaran asap yang membubung tinggi. Entah itu debu atau memang air laut yang panas bergolak. Air juga datang dari ujung Jalan Iskandar Muda, tepatnya dari belakang rumah dinas Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Endang Suwarya.

Kalau tidak segera pergi, air pasti akan mengurung. Mencium bahaya sudah di depan mata, spontan Firdaus menarik tangan wali kota untuk ikut berlari bersama dirinya menjauhi Lapangan Blang Padang. Keduanya berlari beriringan secepat-cepatnya ke arah simpang empat Taman Sari yang berjarak sekitar 400 meter dari lapangan tersebut.

Firdaus sempat menoleh ke belakang. Dia melihat ratusan orang yang sedang berlarian di jalan dari arah Punge, Lam Paseh, hilang dalam sekejap ditelan gelombang air yang bergulung-gulung itu. Bapak tujuh anak tersebut ingat betul, jalanan yang dilaluinya saat berlari masih kering tanpa genangan sedikit pun. Sedangkan tak lebih dari 100 meter di belakangnya, air deras sudah melumat segala yang dilewati. Termasuk, jalanan yang beberapa detik sebelumnya dia lintasi untuk menjauh menyelamatkan diri.

Ketika menengok ke samping, dia tidak melihat lagi Wali Kota Syarif Abdul Latif. Mungkin wali kota tertinggal di belakang. Situasi yang penuh kepanikan dan sangat menegangkan membuat dirinya tidak lagi berpikir untuk mencari sosok wali kota tersebut. Gemuruh air di belakangnya terdengar semakin besar dan mendekat. Firdaus pun berhasil mencapai simpang empat. Dia tidak berhenti dan dengan cepat memutuskan menuju pendapa gubernuran yang berjarak sekitar 500 meter dari situ.

Firdaus pun berhasil mencapai Simpang Empat. Ayah crosser nasional Zulfikar itu tidak berhenti dan dengan cepat memutuskan untuk menuju pendapa gubernuran yang berjarak sekitar 500 meter dari situ. Genangan air dan lumpur ternyata sudah merendam halaman pendapa kira-kira setinggi lutut. Kemungkinan datang dari arah lain. Dia langsung naik ke bangunan yang paling tinggi bersama orang-orang yang juga sudah lebih dahulu mencapai tempat itu. Di sana mereka berdiam dan berdebar-debar menunggu apa yang akan terjadi.

"Syukurlah, ternyata air berhenti tepat di depan pendapa. Barangkali sudah terpecah menghantam ratusan bangunan lain sebelum tiba di sana. Hanya genangan air dan lumpur yang masih merembes pelan. Saya tidak terluka sedikit pun," ujar penduduk Ulee Kareng (3 km dari pusat Kota Banda Aceh) itu.

Setelah satu jam berada di pendapa, Firdaus yang baru setahun bertugas di Dispora NAD memutuskan untuk kembali ke Lapangan Balang Padang untuk menengok keadaan para peserta lomba. Ketika itu, air sudah surut. Di sepanjang jalan kondisi sudah porak-poranda. Tumpukan kayu, sampah, dan timbunan lumpur di mana-mana. Mobil saling bertumpuk. Mayat-mayat berserakan. Kondisinya sudah tak keruan. Banyak juga korban yang masih hidup dan ditolong beberapa orang yang juga berhasil selamat.

Karena kondisi jalan yang rusak berat dan penuh timbunan barang, Firdaus terpaksa merangkak ratusan meter untuk mencapai Blang Padang. Di tengah perjalanan dia bertemu dengan Saiful dan Nuruddin, dua temannya yang selamat, sama-sama panitia lomba lari dan gerak jalan. Tiba di lapangan, kondisinya sudah berbalik 180 derajat. Tidak ada lagi keramaian dan spanduk-spanduk acara. Tidak ditemukan lagi satu pun peserta lomba maupun panitia lainnya. Semuanya sudah rata dengan tanah, tertutup lumpur, dan tertimbun barang-barang yang diempaskan ombak tsunami. Hanya monumen pesawat pertama milik RI yang masih terpajang kukuh sebagai saksi bisu tragedi yang terjadi di lapangan di depannya.

Tepat di trotoar di bawah pesawat, ketiga orang itu melihat seorang ibu yang siap melahirkan ditunggui suaminya yang panik. Perempuan itu sudah telentang tak berdaya, penuh kotoran, dan menjerit-jerit kesakitan. Karena tak tahan membayangkan penderitaan si ibu, Firdaus berjalan mendekat dan dengan kemampuan seadanya membantu proses persalinan di pinggir jalan.

Untunglah, ibu tadi dan bayi perempuannya berhasil diselamatkan. Spontan Firdaus membuka baju yang dikenakannya dan dibalutkan ke tubuh si bayi. Tidak berapa lama, datang bantuan. Ibu itu dan bayinya langsung dipindahkan ke ambulans. Sampai kemarin, saat ditemui koran ini ketika sedang merapikan gedung Dispora NAD bersama rekan-rekannya, Firdaus tidak tahu lagi kabar keluarga itu.

Kepala Dispora NAD Teuku Pribadi mengisahkan, dirinya yang mengibarkan bendera start sebagai tanda lomba dimulai. Ketika gempa hebat terjadi, semua yang beada di lapangan tiarap. Tak lama kemudian, Hotel Kuala Tripa dan Balai Gading yang berada di seberang lapangan ambruk dengan suara yang luar biasa kerasnya.

Karena itu, Teuku Pribadi langsung berinisiatif mengecek kondisi asrama atlet binaan dan SMU Plus Olahraga di Kawasan Stadion Long Raya. Lokasinya sekitar 10 menit perjalanan dengan mobil. Jadi, saat musibah terjadi, Teuku Pribadi sudah berada di asrama. Untunglah, semua atlet binaan selamat karena sedang berada di luar gedung untuk sarapan.

Dia memperkirakan, saat tsunami menghantam lapangan Blang Padang dan menenggelamkan orang-orang yang berada di sana, masih cukup banyak peserta yang di tengah perjalanan. Paling tidak, mereka yang berada di lintasan Kampung Neuseu atau di Jalan Diponegoro depan Masjid Raya Baiturrahman. Dia menuturkan, dirinya pernah mendengar kabar ada peserta lomba yang naik ke atap-atap rumah maupun pohon-pohon asam di pinggir jalan. (*)

www.jawapos.com

*************************
Created at 5:34 AM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

December 2004[x] January 2005[x] August 2005[x]