<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/9838259?origin\x3dhttps://cintaku-be.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

Akhir Doa Seorang Sopir | Monday, January 17, 2005


Akhir Doa Seorang Sopir

Saat Nazmi (38) hamil muda, Ridwan (45) selalu berdoa agar Tuhan menganugerahkan anak perempuan kepadanya. Setelah menikah, penduduk Desa Tanoh Aye, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar ini memang dikaruniai tiga orang anak. Tapi semuanya laki-laki. Tak heran bila dalam tujuh tahun terakhir, Ridwan sangat mendambakan seorang putri.

Doa kami dikabulkan. Tapi mau tak mau harus menerima cobaan ini. Anak perempuan yang saya dambakan selama tujuh tahun lalu, menjadi kenyataan. Namun ditemukan sudah menjadi mayat di samping ibunya, tidak jauh dari rumah, kata Ridwan kepada acehkita, Jumat (14/1) di rumah kerabatanya di Darul Imarah, Aceh Besar.

Kecamatan Lhoong kini terisolir. Tapi sejumlah desa di tepi pantai telah rata dengan tanah. Sejak itu, Ridwan yang berprofesi sebagai sopir lebih banyak diam dan duduk termenung. Dia memang sudah kehilangan segala-galanya. Selain Nazmi dan bayi perempuan yang didambakannya, ketiga orang putranya juga meninggal digulung gelombang yang mahadahsyat itu.

Ridwan teringat ketika pada hari Minggu, 26 Desember itu, dia mengajak dua dari tiga putranya untuk pangkas rambut. Yah, saya dengan adik ikut ayah pangkas rambut ke Banda Aceh, ya..kata Ridwan menirukan anak tertuanya yang duduk di kelas 3 SMP.

Permintaan itupun dituruti, kendati Ridwan tak mengajak anak-anaknya pangkas ke Banda Aceh, melainkan membawanya ke tukang pangkas di pasar Lhoong. Setiap hari Ridwan memang bolak-balik Aceh Besar – Banda Aceh, karena profesinya sebagai sopir angkutan umum L-300. Biasanya, jam setengah delapan pagi, dia sudah berangkat dari rumah. Namun Minggu pagi itu, ia memilih menemani dua putranya pangkas rambut terlebih dahulu. Setelah selesai dan mengantar mereka pulang, barulah Ridwan narik seperti biasa.

Siapa yang mengira itulah pertemuan terakhir dengan keluarganya.

Sekitar empat kilometer dalam perjalanan ke Banda Aceh, Ridwan merasa ada yang tidak beres dengan mobilnya. Saat itu dia membawa beberapa orang penumpang. Ia berhenti dan turun dari mobil. Namun belum sempat melihat kondisi mobilnya, ia hampir terjatuh akibat guncangan yang keras.

Saya merasa mau jatuh. Habis saya pilih duduk terus sambil mengatakan kepada semua penumpang turun, turun, gempa, gempa, kisah Ridwan.

Setelah usai gempa, Ridwan bersama delapan penumpannya tak lagi melanjutkan perjalan ke Banda Aceh. Saya teringat sama istri dan anak-anak, maka saya ajak semua penumpang balik.

Balik aja ya. Ini gempa kuat kali, siapa tahu rumah-rumah kita di sana tumbang semua, kata Ridwan kepada para penumpangnya. Para penumpang pun mengangguk setuju.

Mobil itupun berputar haluan, kembali ke Aceh Besar. Tapi berselang setengah jam kemudian, dari kejauhan mereka melihat air pasang mulai menggulung pemukiman di kawasan Lhoong. Dengan kerongkongan tercekat, mereka pun memilih menunggu sampai gelompang tsunami surut. Perasaan orang-orang di dalam mobil L-300 yang dikemudikan Ridwan semakin tak menentu.

Ketika Ridwan tiba di Desa Tanah Aye, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, semua rumah penduduk telah rata dengan tanah. Tepatnya, rata dengan air laut. Tapi ia tidak terlalu hirau sebab pikirannya hanya tertuju pada rumah dan keluarganya. Para penumpang memilih turund di sejumlah tempat yang tak dapat diingatnya lagi.

Sampai di rumahnya, dia telah menemui kondisi rumah permanennya yang rubuh dan rata dengan tanah. Jantungnya semakin berdebar-debar, mencari ke mana istri dan anak-anaknya. Apalagi bila teringat bahwa Nazmi, sang istri sedang hamil tua.

Ia semakin kalut dan kalang kabut saat melihat mayat-mayat yang berserakan di antara puing-puing bangunan.

Satu persatu saya lihat mayat, ternyata tidak ada. Lalu di mana ada orang saya datangi dan saya tanya di mana istri dan anak-anak saya, tapi tidak satupun yang tahu,ungkap Ridwan.

Hari sudah menjelang maghrib, namun Ridwan tak menemukan satupun anggota keluarganya. Esok harinya, sang ayah yang tinggal sebatang kara ini, melanjutkan kembali pencarian. Ia tak kenal lelah walaupun perutnya tidak pernah terisi nasi dan makanan lainya, setelah sarapan pagi pada hari Minggu (26/12) itu.

Hari kedua pun sudah menjelang dzuhur, tapi yang dicari masih sirna.

Bermodal kegigihan dan pantang menyerah dalam pencarian keluarganya, sekitar 200 meter dari bekas rumahnya, dalam pepohonan yang tumbang dan puing-puing bangunan, sopir L-300 itu menemukan putra tertuanya. Lalu tak jauh dari situ, dia juga menemukan putranya yang kedua dalam kondisi sudah menjadi jasad.

Kedua putranya inilah yang sempat diantarkan pangkas rambut sebelum Ridwan berangkat kerja. Rupanya itulah wujud kasih sayangnya yang terakhir sebagai seorang ayah, sebelum akhirnya berpisah untuk selama-lamanya.

Di hari ketiga, Ridwan yang berbadan tegap itu masih mencari istri dan seorang putranya yang belum ditemukan. Ridwa sama sekali tidak menyadari bahwa dia sesungguhnya tengah mencari tiga orang lagi, yaitu istri, seorang anak lelakinya, dan seorang bayi.

Bayi?

Usai ashar, ketika melintasi bebatuan, terlihat sesosok jasad perempuan terjepit batu. Itulah jenasah Nazmi. Tak jauh dari situ, dia pun menemukan jasad putranya yang lain. Dengan hati hancur, lalu sang suami setia ini menyingkirkan bebatuan itu. Perasaan sedih menyayat begitu menyaksikan seorang bayi perempuan di samping jasad istrinya yang kini tak lagi hamil tua.

Waktu ditinggal sedang hamil tua, ternyata waktu saya temukan sudah menjadi mayat bersama bayi perempuan yang dilahirkan, jelas Ridwan sambil mengusap air mata dengan lengan baju yang dipakainya.

Itulah bayi perempuan yang selama ini diidam-idamkannya. Selama sembilan bulan ini, Ridwan mengaku selalu berdoa agar jabang bayi yang dikandung Nazmi adalah bocah perempuan.

Doa kami dikabulkan. Tapi, mau tak mau harus siap menerima cobaan ini. Anak perempuan yang saya dambakan, menjadi kenyataan. Namun, ditemukan sudah menjadi mayat di samping ibunya, katanya menutup kisah. [dan]

Monday, January 17, 2005
Reporter: Rosmad - Lhokseumawe, 2005-01-17 08:33:36

*****

*************************
Created at 1:50 AM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

December 2004[x] January 2005[x] August 2005[x]