<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/9838259?origin\x3dhttps://cintaku-be.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

Perjuangan Lolos Dari Terjangan Gelombang Tsunami | Tuesday, January 11, 2005


Perjuangan Lolos Dari Terjangan Gelombang Tsunami

Bulan Madu, Dikejar Stunami, Lari ke Bukit
Gelombang tsunami begitu dahsyat. Rumah dan pohon bertumbangan. Sepasang pengantin muda menjadi saksi ganasnya "monster" yang bernama tsunami itu. Bagaimana mereka bisa menyalamatkan diri?

Dwi Sasongko, Banda Aceh
Kelelahan terlihat jelas di wajah Azmi Fajri Usman, warga Batoh, Kec Leungbata Banda Aceh. Meski lelah, pria 25 tahun tersebut pantas bersyukur. Dia dan istrinya terhindar dari maut ketika terjadi gelombang tsunami yang mengubur ribuan warga Acen dan Sumut.

Ketika gelombang tsunami datang, Azmi sedang berada di Pantai Lokhnga. Saat itu, dia sedang berbulan madu dengan dengan Ainil Mastura, istri tercintanya, yang baru tiga bulan dinikahi. Azmi menikahi mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala itu pada 19 September 2004.

"Saya benar-benar bersyukur bisa selamat dari musibah ini," kata anggota DPRD Banda Aceh dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Dia lantas menceritakan pengalaman dahsyatnya itu. Azmi tiba di Pantai Lhoknga pada Ahad pagi pukul 07.45. "Saya berangkat dari rumah berboncengan motor," ujar lelaki berkacamata tebal itu.

Begitu sampai di pantai indah tersebut, Azmi bermain bersama istrinya. Dia langsung merasakan gempa yang terjadi pukul 07.58 itu. Akibat gempa dahsyat berskala 8,9 skala richter tersebut, sepedanya ambruk.

Alam mulai mengalami perubahan. Gelombang terasa mulai pasang. Namun, Azmi belum menyadari bakal ada gelombang bernama tsunami itu. Bersama istri tercintanya, dia tetap bermain di air. Mereka masih berada di bibir pantai sekitar 20 menit. Sejurus kemudian istrinya melihat sesuatu yang aneh. "Bang itu ada buih kecil bergerak jauh," kata Azmi menirukan istrinya.

Sampai di situ, belum dia menyadari ancaman akan datangnya gelombang tsunami tersebut. Baru ketika gelombang besar mulai mendekat, dia terperangah. "Tingginya hampir setinggi pohon kelapa," tuturnya.

Dengan cepat, dia keluar dari laut. Azmi langsung menyambar istrinya, menuju motor yang diparkir di bibir pantai itu.

Tanpa pikir panjang, dia langsung menstarter motornya. Tujuannya ke atas bukit Glemadad yang hanya berjarak ratusan meter dari pantai itu. Dia berpacu dengan kejaran tsunami. "Saya sikit (hampir saja) lagi kena. Kereta (motor) saya sikit kena," kisahnya.

Dari atas bukit dia menyaksikan ganasnya ?monster? yang bernama tsunami itu. Dia melihat bagaimana dahsyatnya luapan air laut yang telah melenyapkan penduduk satu desa di situ. "Saya juga melihat puluhan tentara tersapu ombak," tuturnya.

Di atas bukit Azmi dan istrinya hanya bisa berdoa. Mereka tiada henti meminta pertolongan kepada Yang Mahakuasa agar selamat dari marabahaya. "Beberapa wisatawan juga menyelamatkan diri ke bukit. Saya melihat beberapa turis asing," ceritanya.

Gerak tsunami yang ganas itu dari detik ke detik mereka saksikan. Sesaat kemudian, air mulai surut. Ketika itu terpampanglah pemandangan mengerikan. Mayat-mayat bergelimpangan di sekitar pantai berpasir putih itu. Ada yang tersangkut di pohon. Ada juga yang mengapung di air laut.

"Saya menggambarkan itu seperti kota mati. Banyak sekali jenazah bergeletakan di pantai tersebut," ceritanya.

Di desa berpenduduk 500 jiwa di pantai itu mungkin yang selamat tak lebih dari 50 orang. Karena jalan raya juga rusak parah, Azmi memutuskan meninggalkan motornya. Pukul 14.00 dia berjalan kaki menuju Banda Aceh. Situasi makin sulit karena makanan habis.

Untuk mengisi perut dia mengetuk pintu rumah-rumah penduduk yang dilewatinya. Dia berjalan hampir tanpa istirahat. "Ya, pokoknya kalau lelah, kami istirahat sebentar. Jumpa air minum sikit-sikit (sedikit-sedikit)," katanya.

Untuk mencapai Banda Aceh, dia harus berjalan kaki sepuluh jam. Jarak pantai itu dengan Banda Aceh sekitar 14 kilometer arah barat daya. Tetapi, karena tenaganya sudah terkuras serta jalan yang penuh rintangan, Azmi dan istrinya menempuh jarak tersebut begitu lama.

Di Banda Aceh Azmi menemui rombongan Jusuf Kalla. Dia meminta Wapres memperhatikan nasib belasan orang yang tertahan di gunung yang kehabisan makanan. "Masih banyak yang bertahan di gunung. Mereka kesulitan turun karena semua jalan rusak parah," ujarnya. (*)

Jawa Pos

*************************
Created at 9:20 AM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

December 2004[x] January 2005[x] August 2005[x]