<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/9838259?origin\x3dhttps://cintaku-be.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

Tangisan Pilu Cut Yani yang Kini Sebatang Kara | Tuesday, January 11, 2005


Tangisan Pilu Cut Yani yang Kini Sebatang Kara

TANGIS Cut Yani Mariyani tak bisa dihentikan. Sesekali tangisan, bocah kurus kelas 1 SD itu berhenti, tetapi sejenak kemudian kembali meledak. Tangisan gadis kecil yang mengenakan kaus warna kusam itu semakin terdengar pilu di tengah suasana haru di penampungan pengungsi di Pendopo Gubernur Nanggore Aceh Darussalam, kemarin.

Suaranya yang serak dan parau sangat menyayat hati.

Air mata pun terus mengalir, meski Media mencoba menghiburnya.

Tangisan pedih Cut Yani seakan-akan ungkapan kerinduan kepada kedua orang tuanya, satu adik dan dua kakaknya. Ibunya, Cut Hamidah, telah ditelan gelombang raksasa tsunami. Nasib adiknya yang masih balita dan kakaknya pun tidak diketahui.

Ketika ditanya di mana ibunya, bocah berusia 7 tahun itu mengatakan yang dia ingat hanya saat bersama ibu, adik dan kakaknya berlari terbirit-birit menghindari gelombang laut raksasa. Cut Yani terseret-seret dibawa lari ibunya. Demikian juga adiknya. Ia sempat terjatuh berkali-kali, dan setelah itu tidak ingat lagi di mana ibunya.

Ayahnya tidak berada di rumah saat itu.

Saat siuman, murid kelas 1 SD Klincit Arum itu telah dibawa seorang warga yang selamat, Sri Mulyani,33.

Sekujur tubuh Cut Yani penuh luka-luka. Kulit keningnya tampak menghitam oleh darah yang sudah mengering. Luka-luka di kakinya menjadi saksi betapa dia harus berjuang keras menghindari badai.

Tubuh kurus gadis kecil itu mengalami retak tulang. Saat Hendrasari, 33, suami Sri Mulyani, mencoba mengangkat tubuhnya, Cut Yani menjerit. ''Aduh... sakit...!'' Suara lirih keluar dari mulut Cut Yani dengan mata terpejam menahan rasa sakit.

Dengan suara terbata-bata, bocah yang tampak lesu dan lusuh itu masih bisa berkisah. Ketika monster tsunami menelan rumah, ibu dan dua kakak serta satu adiknya, ayahnya, Tengku Umarudin, sedang berada di Desa Truman, Meulaboh. Desa itu telah luluh lantak dan rata disapu tsunami.

Kini Cut Yani dirawat pasangan pengungsi dari Desa Lampinang, Sri Mulyani dan Hendrasari. Pasangan ini nasibnya juga tidak lebih baik dari Cut Yani. Rumahnya rata dan barang-barang sirna. Tempat tinggal pasangan itu berjarak sekitar 5 km dari rumah keluarga Cut Yani.

Di balik cerita-cerita pilu, tragedi di Aceh juga menyisakan kisah-kisah keajaiban. Dua hari lalu, tanpa disengaja, warga menemukan bocah berumur 3 tahun masih hidup di atas tumpukan sampah di Jl Merduwati, Banda Aceh. Saat ditemukan badan bocah itu penuh dengan lumpur. Kondisinya sangat lemah dan sudah tidak bisa lagi menangis.

Warga segera membawa bocah yang tidak diketahui nama dan orang tuanya itu ke petugas PMI yang kebetulan berada tidak jauh dari lokasi. Petugas itu langsung memberi bantuan darurat dengan memberi tetes demi tetes air ke mulut bocah itu. Selanjutnya bayi itu dibawa ke penampungan korban dan kini mendapat perawatan.

Di Meulaboh, seorang bocah berusia 5 tahun juga ditemukan selamat setelah dua hari terapung-apung di laut.

Bocah yang hanya disebut dengan nama Wira itu kini berada di penampungan pengungsi Meulaboh, Aceh Barat. Kedua orang tua, adik serta kakaknya juga selamat dan mereka berkumpul di penampungan itu.

Wira, anak dari pasangan Serka Alimin Apri dan Evayani, diselamatkan oleh penduduk yang melihatnya terapung di atas kasur spring bed di perairan Aceh Barat.

Menjelang badai tiba pada Minggu (26/12) pagi itu, Wira bersama kakaknya, Pendi, 10, dan adiknya, Nona,2, tengah menghabiskan liburan dengan bermain di sekitar rumahnya di Kompleks Kodim Meulaboh.

Markas Kodim Meulaboh yang berjarak 500 meter dari laut dan bangunan lain di sekitarnya, termasuk rumah keluarga Alimin, rata dengan tanah.

Begitu air surut, kata Evayani, dia tidak mendapati lagi Wira, kecuali suami yang mengalami patah tulang pada kaki, Pendi dan Nona. "Dua hari kami tidak tahu kabarnya, apakah dia selamat atau tidak," katanya.

Wira memang terseret gelombang ke tengah laut. Sewaktu terbawa air, Wira berpegangan kayu, lemari atau apa pun yang mengapung di air. "Lalu ada kasur busa lewat dan aku pindah, nggak takut tapi dingin," kata bocah itu saat diminta bercerita.

Setelah dua hari terapung-apung di laut, Wira ditemukan oleh penduduk yang menggunakan kapal kecil sedang mencari sisa-sisa korban di sekitar perairan Aceh Barat di sekitar Meulaboh. (Deri Dahuri/Ant/X-7)

*************************
Created at 10:56 AM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

December 2004[x] January 2005[x] August 2005[x]